Total Tayangan Halaman

Kamis, 12 Juli 2012

Sikap 'Melas' dari Diyah dan Niti

Suniti




Siapa yang tidak gembira ketika jumpa teman akrab masa kecil setelah puluhan tahun berpisah? Namun bagi Suniti (62)  saat jumpa Zainab (63) malah jadi kenangan pahit hingga kini.

Memang perjumpaan itu tidak direncakan, awalnya Niti (panggilan warga utk Suniti) dari rumah punya rencana belanja pada kios sembako di desa Sigambir Brebes.  Sampai di kios itu dia melihat Zainab kawan masa kecilnya. Dilihatnya Zainab mengenakan busana reliji nan mewah khas perantau kota besar. "Zaenab!, eh sudah pulang ya, mumpung mau puasa, maafkan semua salahku ya," sapa Niti sambil menjulurkan tapak tangan kanan.

Zaenab menjawab uluran tangan Niti dengan senyum lebar dan ekspresi wajah bagai aktris sinetron kawakan, "Ooo, Niti, gak usah jabat tangan. Kamu kotor, karena pelihara anjing, tapi aku maafkan kok," jawab Zaenab sambil bergegas pulang.

***
Halaman Belakang Rumah Suniti


Kenangan pahit itu baru sebagian kecil rasa hidup Niti, perempuan tua dua anak ini sudah lama dianggap 'najis' oleh warga di desanya hanya karena memelihara anjing dan 'blacan' (kucing hutan).  Dari delapan anjing yang dipelihara kini tinggal si jantan 'Blempo' sebatang kara, "Sebagian dibunuh warga, ada juga juragan bawang yang sewa pembunuh bayaran untuk menghabisi dua anjing saya," tutur Niti.

Hingga kini rumah Niti masih penuh dengan satwa peliharaan, pada halaman belakang rumah ada kandang kambing, kelinci, merpati, bebek, ayam, angsa dan bekas kandang si 'Manis' (Kucing Hutan yang dibantai warga karena dituduh memangsa beberapa ekor ayam). Sementara Blempo ada di dalam ruang tengah rumah bersama 5 ekor kucing. Uniknya semua satwa di rumah itu hidup rukun, tanpa saling memangsa.

"Sayang si Manis sudah mati dibantai warga, tubuhnya di kubur pada pekarangan tetangga dekat irigasi sawah. Dan tinggal si Blempo, yang lain tiada, ada juga 2 anjing yang terpaksa kujual karena ada tentangga tuduh keduanya makan anak bebek mereka," papar Niti. 


***

Angsa di rumpun bambu halaman belakang rumah Suniti



Sifat sayang Niti pada satwa itu ternyata diturunkan oleh ibu kandungnya, warga memanggilnya bi Diyah (82). Diyah adalah pedagang bumbu dapur dan sayur mayur di pasar Induk Brebes. Semua pedagang lama di pasar sudah kenal tabiat Diyah, hingga dijuluki induk segala satwa liar pasar. "Lihat saja kios Diyah, akan ditemui tikus dan kucing makan bersama satu piring," kata Safroni (38) satpam pasar induk.

Diyah lebih betah tinggal di lapak dagangannya, dia tak peduli dengan arus untung rugi barang dagangan. Namun, manakala ada satwa di pasar yang ditabrak ban kendaraan, ataupun ditembak senapan angin, maka Diyah akan mengerahkan seluruh kemapuannya untuk merawat satwa. 

Penulis sendiri pernah menyaksikan pada suatu sore, Diyah keliling lapak pasar untuk mencari kucing yang dua kaki belakangnya remuk akibat tabrak lari. Anak-anak pasar menjuluki kucing itu 'Suster-Ngesot' karena cara jalannya. Diyah hanya punya kesempatan merawat kucing itu selama 8 hari, karena pada hari ke 9 'Suster-Ngesot' mati di pojokan dekat tempat sampah pasar.

"Pernah bi Diyah menangis seharian, kiosnya tidak diurusi. Saat ditanya, sambil menangis bercerita kalau beberapa tikus yang sudah dirawat mati karena kena tembak senapan angin lagi," tambah Safroni satpam pasar.

Diyah sendiri tidak begitu akrab untuk komunikasi antar pedangan maupun anak-anak muda di sekitar pasar induk. Bila ditemui dan diajak bicara dia lebih hemat kata, "Inyong melas mas maring kewan, uwong tah bisa luruh duit nggo mangan, kewan ora bisa. Malah akeh sing dibuang nang pasar, (-Saya kasihan dengan satwa itu, manusia bisa cari duit untuk makan, satwa tidak. Malah banyak manusia yang sengaja buang satwa di pasar-)"  kata Diyah.


***


Dasar alasan aksi Diyah tentang 'Melas'  itu diamini oleh Niti anaknya, uniknya ibu dan anak ini sering kali tidak akur, "Iya ibu yang ngajari rasa melas itu. Dia ajari lewat praktek langsung. Sesekali dia ke rumah sekadar kirim pepaya dan beberapa sayur bahan makanan satwa di rumah ini. Yang bikin aku jengkel pada ibu, dagangannya selalu rugi, dia sering minta uang pada cucunya si Iroh (42) untuk 'kulak' dagangan," keluh Niti.

Sayangnya sebagian besar warga di desa Sigambir dan pedagang di pasar induk sering menunjukkan sikap 'me-najis-kan' Diyah dan Niti. Padahal mereka sudah menunjukkan aksi nyata sebagai penyayang satwa dengan sikap kemanusiaannya. "Biar orang lain mengaku sebagai air sungai yang jernih, aku jadi got pun tidak mengapa, sebab pada got satwa di desa ini sering singgah minum," tegas Niti.




Brebes, 12  Juli  2012
Bustanul Bokir Arifin

Selasa, 03 Juli 2012

hmmm.... keji


apakah aku penyumbat laju nadimu...?

hingga begitu keji kau

nyatakan aku pemberi racun pada darah dagingmu

apakah aku penyumbat kerongkonganmu...?

hingga begitu keji kau

nyatakan aku penyumbang karbon monoksida pada paru-parumu

apakah aku pengundang malaikat pencabut nyawa...?

hingga begitu keji kau

nyatakan aku pemusnah sesama manusia

apakah aku pemotong urat syahwatmu...?

hingga begitu keji kau

nyatakan aku pemutus jejaring pesta pora itu

dari photo itu kau akan tahu bahwa

aku hanyalah setitik noda debu

pada tanaman hias tepi jalan raya negara...


Brebes, Juli hari ke-3 2012
Bustanul Bokir Arifin