Total Tayangan Halaman

Selasa, 30 April 2013

Biji Pohon



Seberapa banyak biji pohon siap tanam pada kantung yang dibawa kemana saja

Menurut Gerry van Klinken (Peneliti senior dari lembaga KITLV Belanda), masyarakat Jawa telah mempunyai pegetahuan yang memadai dalam bidang pertanian bahkan sebelum kolonialisme datang ke nusantara. 

** Saat kolonialisme mulai mencengkeram pulau Jawa maka keadaan menjadi 180 derajat, pertengahan Abad IX menjadi malapetaka besar bagi pepohonan berkayu keras di Jawa. Hampir semua pohon dikorbankan untuk ambisi kerajaan kolonial, diantaranya digunakan untuk membuat kapal-kapal perang ukuran besar yang nantinya hanya ditenggelamkan di lautan lepas karena perang

** Selanjutnya terjadi banjir besar yang menyebabkan lapisan tanah subur Jawa terkelupas habis, mulai saat itu petani kesulitan memperoleh panen yang bagus hingga lumbung kosong dan mulai merasakan bencana kelaparan. 

**Jarang diantara masyarakat Jawa yang memberi penerangan tentang kesuburan tanah hilang akibat penebangan pohon berkayu keras untuk tujuan perang.

Ratusan tahun masih saja tidak ada perubahan.... bahkan tanah Jawa kini diracuni berbagai jenis cairan kimia yang tak bisa musnah mengakar dalam waktu lama.

- Bila ada yang berteriak-teriak perjuangkan penghijauan Jawa, bolehkah aku bertanya seberapa banyak biji pohon siap tanam pada kantungnya. Masyarakat Jawa sebelum kolonialisme masuk ke nusantara kemana dia pergi selalu membawa biji siap tanam, sebab setiap pohon yang tumbuh dari biji itu menjadi prasasti hidup petualangannya yang akan diikuti oleh anak-cucunya


Bustanul Bokir Arifin
ditulis sejak Juli 2011, diupload ulang 30/42013

Sabtu, 27 April 2013

Gerakan Keruk Uang di Kabupaten Brebes




Apakah 'gerakan' sebuah kelompok khusus atau populer disebut 'pergerakan' itu? Paparan arti gerakan secara sederhana bisa melihat tapak waktu atau sejarah sebuah wilayah negara. Meski negara bersifat abstrak, namun gerakan dan pergerakan kelompok tertentu nan syarat kepentingan bersifat nyata. Diawali pada pergerakan penyadaran bernegara, melalui proklamasi kemerdekaan, singkat tulisan muncul simpangan arah dari kesadaran bernegara menjadi 'Gerakan Keruk Uang' rakyat.

Demikian juga pada tapak waktu Kabupaten Brebes, dimana sejak jaman Soekarno hingga Soesilo Bambang Yudhoyono. Paska proklamasi wilayah penghasil bawang merah ini dipimpin Bupati kompromis dengan suasana jaman, bahkan sejak Rezim Soeharto corak pemerintahan Brebes tidak pernah benar-benar fokus pada tujuan utama: kesejahteraan rakyat. Bahkan hingga saat ini, padahal sudah ada Bupati yang kena kasus korupsi, tetap saja indikasi pemerintahan penuh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme tampak jelas.

***

Akhir tahun 2012, tepatnya tanggal 4 November, Kabupaten Brebes pertama kali memiliki pemimpin perempuan dalam riwayat hidupnya.  Pada sisi ini jadi prestasi sendiri bagi kekuatan politik pendukung kemenangan Hajjah Idza Priyanti (Idza) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sayangnya kekuatan politik pendukung Idza tidak tekun mengawal jalan pemerintahan, alih-alih pemerintahan jadi tertib, malah muncul indikasi 'gerakan keruk uang' oleh kelompok elite yang dekat dengan Bupati.

Tentu saja dalam setiap 'gerakan' ada unsur 'aktifis'-nya, lalu bagaimana laku aktifis pengeruk uang rakyat atau anggaran pemerintahan kabupaten ini? Aktifis keruk uang ini memang memiliki sifat 'hipokrit' (cari untung), ketika proses Pilkada belum usai, aktifis ini cukup menunggu di tikungan jalan, dan siapapun pemenang proses pemilihan itu akan mereka dekati dengan ketat, bagaikan bek sepak bola terbaik kawal striker handal.

Tentu saja jaringan aktifis ini cukup mengakar di segala lini, baik pada lini eksekutif, legislatif, yudikatif bahkan dalam lini wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (bila dianggap sebagai pilar ke 4 demokrasi). Semboyan aktifis keruk uang ini semula 'Bagi-Rata' hasil, namun pelan tapi pasti berubah wujud menuju sebuah 'kerajaan kecil' berisi kerabat dan orang dekat semata.

***

Bila pembaca menunggu sajian bukti atas wujud gerakan aktifis keruk duit rakyat ini, bisa menengok pada sebuah perusahaan milik pemerintah daerah, lihat saja kondisi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Brebes.

PDAM saat ini dibawah pimpinan direktur seorang perempuan berinisial KW. Ada keterangan KW adalah 'boneka' dari anggota Badan Pengawas (Banwas) perusahaan itu. Selain perusahaan dipimpin 'boneka', keponakan anggota Banwas direncanakan akan mengisi jabatan KW sebelumnya dalam meja Pengelola Keuangan Perusahaan.

Semula sempat keras reaksi media massa yang peduli pada Brebes atas kondisi struktural perusahaan penyedia air bersih untuk warga ini, namun reaksi itu padam seketika setelah ada kesepakatan tidak resmi antara Banwas dan beberapa wartawan. Bagaimana dengan reaksi LSM, tidak usah ditanya, salah satu anggota Banwas juga dekat dengan pentolan-pentolan LSM, hingga daya kritis lembaga itu mudah padam.

Sempat ada protes dari anggota legislatif/DPRD Brebes, atas carut marut kondisi PDAM. Protes dilandaskan pada peraturan legal, dimana anggota Banwas maupun direktur lama semustinya purna tugas pada tahun 2014, kenyataannya ketika ada rapat pleno yang khusus membahas PDAM, anggota DPRD tak bisa unjuk gigi.

***

Dan bagaimana kelanjutan dari gerakan keruk uang rakyat di Brebes ini? Semoga ada waktu dan kesempatan untuk tulis sambungan kabar ini.


Brebes, April 28 2013
Bustanul 'bokir' Arifin