Total Tayangan Halaman

Sabtu, 08 Juli 2017

...tegal jepangnya indonesia...



Julukan yang populer pada masa kuat-kuatnya persekutuan rejim Orde Baru (Orba) dengan kapitalis asuhan Inggris dan Amerika dan tentu sudah pada tahu konco-konco mereka, 1970-an hitungan masehi jangka tahunnya.

***
Okay, pelan dan resapi dulu rasa sebagai warga negara yang kalah perang, Jepang kalah perang! Lalu bangkit dengan hal sederhana yang justru ambil warisan grup Kutil dan kawan-kawannya (asli Tegal), yakni disiplin diri berorganisasi dan tidak tunduk pada 'feodalisme'. Jepang bahkan bisa berkontribusi pada hal imajinatif untuk anak-anak dimana ini juga asimilasi kultural antara fabel dan wayang kulit.

Kemudian tengoklah Tegal (kotamadya dan kabupaten), lebih menampakkan wajah lupa bersyukur atau entah apa julukan yang tepat diberikan pada daerah ini.
Infrastruktur kota dan kabupaten Tegal sejak Indonesia merdeka sudah merupa kota industri dan perdagangan lintas negara di eropa, jalur rel kereta api di pelabuhan wujudnya, tapi itu dimatikan.
Belum lagi mengupas infrastruktur pendukung gairah warga dalam ber-keseni-an, dulu ada Gedung Rakjat untuk teater, banyak bioskop untuk asupan rasa, dan sebagainya.

Apa yang dilihat saat ini?
Semua itu punah di Tegal. Bahkan untuk sebuah hal sederhana; ndombret (yang sok) priyayi, warga Tegal pilih ndilati ludah sendiri.


Bokir





Jumat, 19 Februari 2016

Daur Ulang Retorika Usang

Manakala mata dan telinga mulai sebah, pada kabar sekian pemerintah daerah dipulas kotoran ulah politis sekelompok orang. Dan selalu saja pola yang sama dimainkan mereka dengan tujuan pemenuhan syahwat golongan.

Menurut analisis penulis lewat simak runtutan waktu kabar tersebut, semua makin menjadi ketika Mahkamah Konstitusi begitu cepat memutuskan sekian ratus persengketaan Pilkada (pemilihan kepala daerah). Dimana beberapa partai politik koalisi asal ngumpul kalah. Ya... ada tapak jelas, konstituent parpol-parpol bernada 'kanan' mulai lemah di daerah, dan ini fakta.

Lalu keluhan-keluhan anak-anak manja dari organisasi bawah ketiak parpol itu mulai sengat telinga para elite di ibukota. Apa saran dan petunjuk dari elite; Daur Ulang Retorika Usang.

Retorika Usang  didaur ulang lewat pola: sikap rasis, ekslusif dan kepala batu. Ritme daur ulangnya dengan gubah tafsir-tafsir kitab suci, ujaran nabi hingga putar balik fakta sejarah. Celakanya beberapa institusi non politik justru ikut membantu gerakan kelompok manja ini.

Gradasi ideologi makin jelas, sebab elite politik yang saat ini pegang kendali mayoritas tuna pikir dan tolak belajar. Selalu saja bolak-balik mirip kentut dalam sarung usung jargon-jargon abad pertengahan.

Bila hal ini tidak segera disikapi oleh kawan-kawan muda di daerah, maka pendulum jaman akan tuju ruang penuh amarah dan darah.  Lebih baik mulai bergerak dengan sederhana bersama gawai-gawai canggih di tangan, reguk pengetahuan dan selalu verifikasi kabar.


Bustanul 'bokir' Arifin
Brebes, 2016 02 20

Senin, 21 Desember 2015

Bustanul 'bokir' Arifin


Bustanul Arifin is an Indonesian researcher and social activist. After working for the “Offstream Productions” in Jakarta he was volunteering at the Children’s Trauma Healing Center (Central Java, 2006-2007 and 2010-2011), being in charge of recreational programs, security and documentation of orphans who lost their parents in the earthquakes of 2006 and 2010. As a research assistant of Andrea Star Reese documentary project “Disorder”, Bokir’s contribution was crucial to unveil the stigma around mental disease within the Indonesian society (2011-2014). Concurrently he was also working a research assistant for Ascan Breuer during the filming of “Riding My Tiger” (2012-2013). 

- writed by Anna Gabriella Szabo - 

Selasa, 13 Oktober 2015

The Year of Refugees


All moslem in the world are celebrating for the 1437th Hijriy Year tonight. It was the epic situation; however the history about 'the Hijriy' explained about the movement of refugee. According to some text about the story of Hijriy that; Mohammad the prophet with his family and friend choosen to moved from mecca to madina city.

The epic, the analogy of the Hijriyans was the Syirian refugee (or the other nation) moved to save their life caused the ISIL/ISIS action. Than the Germany, Hungary and Sweden was the Anshorian; they opened the arm to accept for the refugees from the eastern side.

So, could the world open the eyes, who's the Abu Jahal's ideology groups or at the past named by Jahiliyans? This is the epic...and still remembering the Satanic Verses Novel writed by Salman Rushdie. The religion should be bring the peace not wars.


Bustanul 'Bokir' Arifin
01-01-1437 H

Minggu, 07 Juni 2015

Negara Klepto




Tetap saja sulit untuk nyatakan Republik Indonesia baiak-baik saja. Ini bukan soal bagaimana jalan pemerintah maupun rengekan oposisi (yang ujung-ujungnya diam kalau kenyang). Ada banyak 'program' di pemerintah Kabupaten/Kota yang semula melayani warga, khususnya bidang kesehatan dan pendidikan, kemudian tiba-tiba hilang atas nama tidak ada anggaran.

Miris bila melihat satu Kabupaten justru subur pencurian duit warga, pada satu hal yang bersinggungan dengan kesehatan dan pendidikan. Celakanya beberapa pihak terkait malah bangga curi duit warga. Dan hukum konon sudah lunas dibeli para pencuri tersebut.

Usah berpikir keras, bagaimana ada rasa bangga saat curi duit warga, dari mereka yang punya jabatan dan pangkat jelas sebagai pegawai maupun aparat hukum Republik Indonesia. Apalagi bila banyak arsip kabar jelas-jelas menulis; para pencuri akan dibela dengan doa-doa kepada Tuhan agar dibebaskan dari pasal-pasal hukum yang berlaku. Lucunya, semua itu dapat berubah jadi kaum 'moralis' dan mudah menghukum kesalahan kecil warga yaitu: lupa pada Republik Indonesia pernah diproklamirkan Merdeka, sebab ada fakta 'penjajah' dan 'perompak' dipelihara negara.

NB: Anjing satu tujuh delapan.... monitor? Pasal 86 Hukum Jalanan: Maling dipelihara sangat sayang oleh Negara.

Bustanul Bokir Arifin
Jogja Juni 07 2015


Senin, 17 November 2014

jalan sepi

pada satu perjumpaan,
dimana malaikat tiba-tiba jadi buta huruf
dan iblis jadi gagu membatu ...


malaikat tak bisa catat apapun
dan iblis tidak bisa bisik satu kalimatpun ...

agama jadi alat
pemancung kepala
perekat sekutu dengan iblis
pembujuk malaikat agar manipulasi catatan kebaikan ...

tuhan yang berakar di kepala
diposisikan
lebih rendah dari pantat sekutu kuasa
sujud hadap kemana
brankas uang
atau
selangkangan ....



Brebes18 nopember 2014Bustanul Bokir Arifin

Rabu, 17 September 2014

Tentara Mayapada


Dikabarkan oleh beberapa media bahwa Panglima TNI Jendral Moeldoko mengangkat Dato' Sri Prof. DR Tahir MBA konglomerat pemilik grup bisnis Mayapada sebagai 'penasehat' bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Prajurit. Kabar ini terbitkan sangka, kelak akan ada perubahan fungsi TNI (Tentara Nasional Indonesia) jadi centeng kepentingan grup bisnis Mayapada.

Sebenarnya riwayat 'selingkuh' tentara dan bisnisman sudah ada jejaknya di Indonesia, tercatat dalam sejarah tabiat ini merupakan turunan sifat dari fasisme kolonial Belanda dan Jepang. Pada masa kolonial Belanda pada abad IX ada jejak pengangkatan gelar-gelar kehormatan militer untuk beberapa keluarga konglomerat, bisa dilihat pada riwayat kapiten-kapiten yang berasal dari keluarga konglomerat. Kemudian pada masa pendudukan fasis Jepang ada tapak kerjasama dengan konglomerat juga berupa pemberian perlindungan dan gelar atas nama penguatan 'bangsa Asia'.  Uniknya pada tapak sejarah sebelum kemerdekaan itu pula beberapa keluarga konglomerat yang berkongsi dengan Belanda maupun Jepang masih diterima pemerintah Indonesia setelah merdeka.

Pada awal-awal pembentukan sosok ideal pemerintahan Indonesia, ada juga konflik internal 'TNI' dimana sebagian jenderal didikan KNIL-Belanda maupun Heiho-Jepang, keduanya berkonflik demi ikatan kekerabatan dengan beberapa konglomerat Indonesia maupun luar negeri. Sampai-sampi konflik itu makin meruncing menjelang tragedi 1965. Dan setelah Sukarjo jatuh,  Indonesia berada pada pimpinan Soeharto dimana dalam riwayat sebelum jadi presiden akrab sekali dengan pebisnis Liem Sui Liong. Mulailah TNI yang saat Orde Baru dinamai ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), makin kental dan lebih dari selingkuh bersama beberapa konglomerat dalam dan luar negeri.

Jatuhnya Soeharto oleh desakan warga dan elite di tahun 1998 tampaknya tidak sentuh perubahan signifikan pada ikatan TNI dan Konglomerat, konon beberapa Jenderal saat itu mulai adu kekuatan bisnis bersama-sama kongsi masing-masing.

Hingga masa presiden SBY akan berakhir TNI sebenarnya tidak lepas kongsi dengan keluarga Konglomerat, namun dengan munculnya pernyataan Panglima TNI Moeldoko (yang punya jam tangan Mewah abal-abal) ini keluarkan pernyataan resmi atas pengangkatan Konglomerat Tahir sebagai 'penasehat' bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Prajurit ini makin jelas sebuah fakta baru, bahwa prajurit TNI diduga tidak akan sejahtera bila Institusi TNI tidak 'selingkuh' atau 'poligami' sekalian dengan beberapa Konglomerat. Padahal negara sudah memberi gaji dan subsidi pada TNI, yang konon sudah lebih baik dibandingkan masa Orde Baru.

Bila esok beberapa konglomerat mulai diangkat jadi penasehat TNI, maka bisa jadi TNI berubah jadi Tentara Mayapada, dan tentara beberapa nama grup usaha milik konglomerat.


Brebes, 18 September 2014.
Bustanul Bokir Arifin.