Total Tayangan Halaman

Kamis, 13 Juni 2013

'Mindset' Pembunuh Masa Depan Anak Kandung



Ada kisah nyata begini...
Seorang anak laki-laki telah lulus sekolah tingkat atas, dengan landasan pendidikan 'skill' pada sekolah tekhnik menengah. Dan pihak sekolah sudah beri rekomendasi pada anak tersebut agar dapat kerja pada pabrik perusahaan ternama. Sayangnya 'mindset' orang tua anak ini telah membuat masa depan gerak di tempat.

Orang tua anak ini, punya jaringan kenalan orang-orang berpengaruh di daerah tempat tinggalnya. Ada keinginan orang tua si anak jadi pegawai negeri dengan gaji bulanan lumayan. Padahal sebagian besar kenalan si Bapak setuju kalau si anak segera jadi buruh perusahaan ternama.  Makin didukung malah makin mutung, si Bapak lebih suka anak jadi pegawai negeri. Lewat satu kenalan orang berpangkat, singkat kalimat si anak (sementara) jadi pengabdi pada satu departemen, dia menjadi penjaga palang pintu perlintasan kereta api di dalam kota tempat tinggal kolega si Bapak. Sudah 5 tahun si anak tekun jaga pintu, penghasilan masih jauh dari pegawai negeri.

Tidak ada yang patut disalahkan atas laku hidup anak tersebut, siapapun yang terlibat dalam kisah ini sudah berusaha sebaik mungkin penuhi kemauan orang tuanya.

***

'Mindset' atau landasan pikir orang tua di tanah ini, anak harus lebih sukses dari laku hidup orang tua. Betapapun kalau tekun menyimak fakta, lebih banyak anak-anak yang hidup menyimpang dari hasil upaya keras orang tua.  Hidup dalam suasana 'berlomba-lomba' unjuk 'skill' agar dapat stempel 'sukses', malah lebih banyak usaha 'colak-colek' jaringan demi masa depan keturunan. Manakala si anak melawan orang tua, usah khawatir akan banyak tokoh agama siap bantu patok status 'durhaka' pada si anak.

Belum lagi kalau ada kawan berjuang keras memberdayakan anak Yatim Piatu, para orang tua dengan 'mindset' serupa kisah nyata pada awalan tulisan ini, akan merasa tambah repot kalau diminta bagi perhatian pada para pejuang nasib anak Yatim Piatu.

Apakah ada orang tua sempat membaca metode didik Montessori? Googling atau tanya akun-akun pendidik di Jejaring Sosial.  Apa ada kewajiban anak harus sekolah formal hingga SMA? Atau pilih latih skill mereka?
(tulisan ini disambung kalau sempat)

Brebes, 13 Juni 2013
Bustanul Bokir Arifin
belakang Pasarinduk Brebes