Total Tayangan Halaman

Selasa, 17 Desember 2013

diam-diam

ketika semesta sulangi malam lewat kerlip bintang

awan pun membuat gelas-gelas hitam

tampung semburat cahaya mereka

bulan mabuk kepayang, menyipitkan mata,

urai senyum pada siapa saja

serigala dan anjing kampung duga dapat cinta dari bulan

lolong mereka lebih keras

dari nyanyian sekumpulan laki-laki pemabuk di trotoar kota

diam-diam si pungguk hampir pingsan

surat cinta dari bulan sampai

diantar angin pelan sekali


 ***
Kaligangsa-Brebes 17 desember 2013
Bustanul 'bokir' Arifin

Senin, 09 Desember 2013

Uzur Main-main

Laki-laki uzur main-main

bawa kaca pembesar

sinar matahari diubahnya jadi titik api

sundut bakar pucuk-pucuk daun

sebelah dia

anak-anak tanam benih pohon

kurang dari satu menit
kaki uzur rusak obrak-abrik benih itu

terus main-main

sampai hadir uzur yang lain

Tegal - 10 Desember 2013
Bustanul 'bokir' Arifin

Organisasi Pemerintahan Kabupaten Brebes Timpang


Senyampang terbitnya hasil survey LSM Gebrak atas kinerja Bupati dan Wakil Bupati Brebes selama satu tahun, ada satu hal yang diduga lolos dari pengamatan. Hal itu adalah peran serta 'Sekretaris Daerah' (Sekda), dalam ilmu organisasi peran sekretaris itu salah satu motor penting, dan seolah pemegang jabatan Sekda tidak peduli atas masa depan warga Kabupaten Brebes.

Bila warga terjebak dalam kacamata politik, sekadar adu domba antar bupati dan wakil bupati, bisa repot. Padahal untuk mengevaluasi organisasi 'Pemkab' sudah ada rel atau aturan evaluasi, dan aturan itu bisa dipelajari warga secara terbuka, via internet maupun bahan cetak. Coba tengok apa tugas utama dan fungsi Sekda? Kalau sudah membaca dan simak tapak kerja Sekda Brebes selama laku kerja Bupati dan Wabup saat ini, apa hasilnya?

Sekda juga sebagai koordinasi dan akomodir kerja-kerja SKPD (Satuan Kerja Pelaksana Dinas), apa iya sudah melakukan semua itu? Bila telapak satu tahun tampak masing-masing SKPD berjalan tanpa koordinasi yang jelas. Sekda juga memberi laporan pada Bupati, atas perkembangan organisasi pemerintahan. Kalo laporannya berisi 'Asal Bupati Senang', ini berbahaya.

Sekali lagi, 'notes' ini sekadar ingatkan kembali, bahwa Pemerintahan Kabupaten Brebes itu berbentuk 'organisasi' yang dijalankan Pegawai Negeri Sipil. Bila memang organisasi timpang, ada onderdil mesin yang perlu diganti.


Brebes, 9 Desember 2013
Bustanul 'bokir' Arifin 

Sabtu, 16 November 2013

Ngobrol Mabuk...

Pada hari itu dua laki-laki setengahbaya (juga buaya) rembugan, kesimpulan: Hidup untuk Tetangga... 

Tetangganya lubang pantat... haduhhh... Siapa tetangganya lubang pantat? ya kemaluan masing-masing.. Hidup Sekadar penuhi Hasrat Kemaluan Masing-masing.

Mengapa tujuan hidup senista itu? Kesehatan Kemaluan itu penting! sergah salah satu pemabuk. Bagaimana kamu lalui tapak waktu dgn kemaluan yang sakit? repot kan? Suasana obrolan ambyar.

Sejak ditemukannya istilah 'kemaluan', penemu istilah itu berharap manusia bisa malu atas ulah bagai binatang. Namun muncul tanya: apa benar berlaku seperti binatang itu membuat Gengsi Turun? 
owalah 'gengsi' maning...   

(sambil nenggak Anggur tjap Orang Tua dia berkata)  Melayani Kemaluan akan Mati sejak ada istilah IMPOTENT, Laki-laki yang tidak bisa 'ngaceng' juga Perempuan yang matikan hasrat kebutuhan si 'Bawuk' alias Tempik/Turuk.

*** 

Selanjutnya datang pemabuk dengan tubuh penuh bau khas gelandangan.

Seorang Juragan alias mereka yang hidup dlm kondisi uang bukan masalah, juga repot atas 'kemaluan' masing-masing.  Negara selain Indonesia tidak nyatakan bahwa 'Birahi' erat dan nyata pengaruh pd 'kemaluan' ... Indonesia nyatakan itu...  

Pernah baca kabar nyatakan: Koruptor Kakap dekat dengan kebutuhan 'Kemaluan'... maka yg paling Subversif di Indonesia adalah Kontol + Tempik. Lah kok jadi ancaman sebenarnya?

Indonesia ingin setara Negara Maju? urusan Kemaluan kudu disetarakan dgn urusan Elite!   
Lau bagaimana INDONESIA bisa REPOT hanya urusan KEMALUAN? Karena ada yang punya RASA serupa TUHAN atas MANUSIA ...  

Siapa yang punya RASA serupa TUHAN atas MANUSIA  | mereka yang KUASA atas NASIB tetangga SILIT/ANUS... 

Daya Pikir Rakyat Indonesia masih dalam Belenggu MALU dan KEMALUAN yg dilestarian AGAMA dan DOGMA ... 

Padahal diciptakan AGAMA utk MANAJEMEN KEMALUAN MANUSIA juga...
Apa itu MANAJEMEN AGAMA utk KEMALUAN MANUSIA? | agar SUAMI ISTRI tidak DIBUNUH Tetangga di DESA ... 

Bila Rakyat Indonesia BERSETUBUH atas Restu Negara... maka TETANGGa tidak REPOT... tapi bila meLAWAN norma itu? 

Sederhana: UMUR itu PICU PERANG... the trigger of war was 'the age'...  pada ruang LAIN.. TUHAN KEKAL TAK MATI...the trigger of war... siapa yang KUASA atas UMUR ANTAR GENERASI.

Homo-Sapien jadi ancaman dan berbahaya bagi makhluk lainnya, setelah tahu dan mampu berkembang dlm satu 'ORGANISASI'.'ORGANISASI' Homo Sapien semula disebut KERAJAAN, kemudian ada konversi jadi NEGARA. 

Siapa Homo-Sapien paling KUAT saat ini? mereka yg MERDEKA atas kuasa MATERI maupun IMATERIAL...  dan ini minoritas...Pasar Induk adalah Akuarium laku Homo-Sapien...pada Pasar Induk  terpapar: awal Homo-Sapien butuh AMAN, setelah terjamin butuh NYAMAN.. tdk akan cukup sampai KIAMAT. 
Homo-Sapien saat ini yg butuh TELEPORTASI adalah mereka yg disembah sesamanya... butuh FATWA.dan tekhnologi TELEPORTASI baru mampu kirim TEXT buatan Homo-Sapien.. belum secara FISIK. Sering Homo-Sapien temukan FAKTA untuk Komunitas KECIL, lalu paksa diri jadi fakta Komunitas Besar, padahal ada REJIM-FAKTA Universal.

Obrolan ditutup semena-mena... biasa ... Homo Sapien mumet... :))


Tegal, Enambelas Nopember Duaributigabelas...
Bustanul 'Bokir' Arifin

Jumat, 18 Oktober 2013

Benteng Terakhir Penegakan Hukum



Media massa Indonesia pada tahun 2013 ini tekun kabarkan kasus hukum pilihan yang mengusik rasa keadilan pada masyrakat,  belum lagi Komisi Pemberantasan Korupsi  (KPK) juga menangani kasus 'suap' antara Hakim dan Advokat. Sisi lain kabar sosialisasi Inpres No. 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan Pemberantasan Korupsi  dan Nilai-nilai Anti Korupsi di lingkungan Mahkamah Agung Repbuli Indonesia hanya dibaca pada kalangan terbatas.

Pilihan redaksi media massa dalam penyajian kabar untuk masyarakat sering dirasa tidak setimbang, tentu hal ini bisa menggubah persepsi pada tegaknya hukum Indonesia. Kenyataan yang ada masih banyak aparat Hukum bekerja sepenuh tenaga dan waktu demi penegakan Hukum.  Dan mereka adalah Benteng Terakhir Penegakan Hukum bagi masyarakat.

Lalu bagaimana menguatkan dinding 'benteng' ini, dari gempuran persepsi miring masyarakat akibat pengaruh media massa?  Beberapa kasus hukum tertentu saat ini diijinkan dapat pengawalan dari penasehat hukum/pengacara/advokat, bahkan sejak awal proses penanganan kasus oleh pihak kepolisian. Contoh baru adalah kasus kecelakaan lalu lintas di kilometer 8 jalur Tol Jaborawi Jawa Barat, yang melibatkan anak kandung selebritis Indonesia. Kasus-kasus dengan perlakuan khusus ini jelas butuh perhatian khusus pula pada petugas dalam institusi Yudikatif Indonesia. Bila kasus ini dapat mulus menuju proses persidangan di hadapan Majelis Hakim, akan dapat perhatian  khusus media masa dan masyarakat.

Banyak praktisi hukum menyatakan prinsip hukum; Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. (Equality before the law, also known as equality under the law, equality in the eyes of the law, or legal equality | Der Gleichheitssatz ius respicit aequitatem, „Das Recht achtet auf Gleichheit“, ist ein Grundsatz im Verfassungsrecht | dikutip dari situs wikipedia). Namun hal ini seolah kabur pada kasus khusus, misal penyelesaian kasus kecelakaan yang melibatkan anak seorang Menteri Koordinator. Betapapun ada beberapa media massa berpihak pada menteri terkait. Disini dalam kasus khusus ada tekanan khusus dari luar institusi peradilan.  

Tekanan khusus pihak luar institusi peradilan kadang dirumuskan oleh penasehat hukum (pengacara/advokat) bersama pembuat opini massal (media massa). Menghadapi tekanan khusus ini institusi peradilan boleh berlawan, tentu saja secara legal, semisal menggunakan hak jawab atas kabar maupun opini yang diterbitkan media massa secara imbang. Sedikit masyarakat yang tahu bahwa menteri, tokoh partai politik, pengusaha kaya, selebritis ; mereka mempunyai tim 'pecitraan' dan pembuat opini untuk media massa. Manakala mereka ada kasus dengan institusi peradilan, maka tim 'pencitraan akan bekerja keras menebar opini publik agar berpihak pada mereka. Sayangnya Tim 'pencitraan' berbiaya mahal, bagaimana jika Institusi peradilan mulai melakukan pelatihan kerja sebagai tim 'pencitraan' untuk keperluan kasus-kasus khusus ini.

Mungkin membentuk tim pencitraan akan mengganggu kerja pokok lembaga peradilan, bila kenyataan demikian, maka bisa mengambil pelajaran dari tata tertib atau aturan khusus Institusi Peradilan di negara lain. Beberapa negara ada yang memberlakukan aturan ketat untuk peliputan wartawan atas kasus-kasus khusus. Alat rekam berupa kamera video maupun potret dilarang keras masuk ruang persidangan. Bahkan wartawan bisa menulis kabar manakala institusi peradilan telah mengeluarkan ijin hal terkait. Pembuatan aturan khusus ini bisa dilakukan langsung oleh kepala negara (presiden) dalam bentuk Instruksi Presiden, atau bila ingin berkekuatan hukum tetap, dirumuskan oleh anggota parlemen (wakil rakyat).  Bagaimana dengan Indonesia? Pernah ada Rancangan Undang-undang yang menyertakan aturan khusus soal peliputan kabar persidangan bagi wartawan. Namun sayang rancangan tersebut tidak sukses, sebab beberapa kekuatan politik dalam lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum seluruhnya sepakat atas 'equality before the law'. Harapan penulis, semoga paska pemilu 2014 beberapa anggota DPR bisa lebih peduli pada lembaga peradilan Indonesia.

***

Brebes
diunggah pada 19 Oktober 2013



Rabu, 28 Agustus 2013

Kemudian Hening...



Dalam sebuah kantor, pada suatu waktu ada wawancara lamar kerja ;


T: "Titel akademik anda apa mas?"

 J : "AS"

T: "Singkatan apa itu?"

J: "Anti Soeharto secara akademik ..."

T:  "Sejak kapan ada gelar akademik Anti Soeharto?"

J: "Sejak mahasiswa sadar Lawan Soeharto..."

T: "Tapi gelar akademik Anti Soeharto gak pernah ada ijasahnya mas?"

J: "hmmm... berarti salah universitas.."

T: "Kok bisa?"

J: "Sejak ada per-LAWAN-an terhadap Soeharto, sampai saat ini... tidak ada satu Universitas-pun hormati mereka..."

T: "Hah?"

J: "Benar dunia akademik di Indonesia tak pernah beri gelar kehormatan pd mahasiswa yg ber_LAWAN pada Rezin Soeharto..."

T: "Jadi?"

J: "Disinilah bukti lingkungan akademik Indonesia melakukan laku 'amnesia' atas kejahatan Soeharto ..."

T: "Lalu?"

J: "Negara macam apa yg tidak menaruh Hormat secara akademik pada mereka yg melawan Rejim dalam tapak sejarah?"

T: "Dan?"

J: "Sementara kepada mereka yg pernah bantai warga secara sadis pada masa lalu, kini diberi gelar akademik... "

kemudian hening!

Rabu, 24 Juli 2013

How Tegal Lost Its Atmosphere...

photo by bokir



There is unecessary situation, The Art Public Festival did not support by local mass media. Unfortunately  the development of art in the city of Tegal increasingly headed in a bad condition.

At the past time, Tegal City have a good art atmosphere, some old public figure claimed that the town of Tegal use to be have high artistic spirit. Actually, it happened before 1966. It was the time  when artists organization strongly influences the social life of the people.

Historian Hilmar Farid said that, The true legacy of the New Order Regime: Poverty of Imagination, Political, Social, and Cultural.  (LBR ; Left Book Review site | Interview with Hilmar Farid July 2013)

It is too bad if the new order regime political influence still affecting the Tegal Arts Council. This is seen, when there is a simple problem in the Arts Council internal member, instead settling that simple issue get complicated due to complex behavior. As there are gods who influenced the Arts Council. If (that) gods did not bless then the arts council life so hard.

To change this situation need strengthening the bond of the member organization, took power of young artists, the latest rise in the spirit. If there is no change at all, the arts in the tegal city will lose its atmosphere.

Bustanul 'bokir' Arifin
Rasem Cafe ... July 24 2013


Selasa, 23 Juli 2013

ANGGOTA KPU JADI BANWAS PD BPR BKK

photo dari google


Brebes -  Salah satu Anggota KPU Brebes  berinisial AS dikabarkan undur diri, kemudian jadi Pejabat Banwas PD BPR BKK Brebes.  Tentu kabar ini jadi unik, sebab kabar beredar dari mulut ke mulut, bahkan publikasi media massa cetaj daerah maupun online-internetpun tidak terbaca di wilayah  produsen telur asin ini.

Di sisi lain, PD BPR BKK atau Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan, layaknya transparan kepada publik sebab kerja badan ini berkaitan dengan pengelolaan keuangan pemerintah yang telah disertakan dalam bentuk saham. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Daerah (Perda) Propinsi Jawa Tengah Nomor 20 tahun 2002.

Dalam Perda itu dijelaskan bahwa Pemerintah Daerah tingkat Kabupaten dibenarkan untuk memberi modal kepada PD BPR BKK minimal 2 milyar rupiah, sementara dalam Perda Kabupaten Brebes nomor 7 tahun 2011 jelas memutuskan penyertaan modal kepada PD BPR BKK Brebes sebesar: Rp 7.485.515.272,- (Tujuh milyar empat ratus delapan puluh lima juta lima ratus lima belas ribu dua ratus tujuh puluh dua rupiah). Dan Pemkab Brebes juga diberi kewenangan untuk menggunakan berikut mengawasi saham yang telah ditanamkan pada Perusahaan Daerah dimaksud.

***

Kembali pada kabar anggota KPU yang jadi pejabat Banwas (Badan Pengawas) PD BPR BKK Brebes. Bila ada pertanyaan apa 'vested interest' (kepentingan yang tertanam dengan kuat pada sekelompok orang untuk mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan demi keuntungan kelompoknya) elite pemkab Brebes atas pemberian jabatan kepada anggota KPU?

Pertanyaan ini cukup repot untuk dijawab, apalagi bila mencari jawaban netral tanpa prespektif politik. Memang ada peraturan anggota KPU tidak boleh merangkap jabatan, namun manakala ada anggota undur diri sekadar menempati posisi jabatan strategis dalam perusahaan daerah, disini ada teka-teki.  Ada yang menduga peranan Pejabat Badan Pengawas selain pasang mata pada kinerja perusahaan juga beri persetujuan penggunaan saham untuk kepentingan 'elite' Pemerintah Kabupaten. Kalau 'elite' ini gunakan saham untuk pinjaman modal amat sangat lunak pada pengusaha telor asin misalnya, akan ada sentimen positif dari warga. Andaikan yang terjadi saham itu untuk pengusaha yang sudah berkelas besar, nah akan muncul kerepotan baru.

Bila pembaca tulisan ini masih penasaran pada sosok anggota KPU yang undur diri, monggo simak saja profil mereka dalam situs blog mereka. (Ini juga aneh KPU Brebes masih beri informasi pakai blog gratisan, padahal anggaran pembuatan situs internet mereka sudah cair)


Bustanul 'Bokir' Arifin
Hotspot di tepi sawah - Brebes, Juli 23 2013


Jumat, 19 Juli 2013

(sambungan) CALEG IKAN ASIN

 photo dari Google


Pernahkah seseorang bertanya tentang riwayat hidup sebuah ikan asin matang yang terhidang di meja makan?  Bila pertanyaan ini diajukan pada sebagian pengunjung warung makan, kemungkinan tidak akan dapat jawab atau penjelasan. Bila diajukan pada ibu-ibu yang belanja di pasar induk, kemungkinan juga sama hasilnya.


Penyantap Ikan Asin memang tidak butuh penjelasan akan riwayat bahan santapannya. Sebab rasa lapar sudah selimuti nalar dan daya analisa ketika awal proses makan. Yang menerbitkan rasa lapar pada Ikan Asin adalah semerbak aroma paduan minyak goreng panas dan kulit, tulang dan tubuh polos ikan kering. Aroma dari dapur yang dihantarkan angin sepoi sampai pada lobang hidung beberapa orang.


Aroma khas paduan minyak panas dan Ikan Asin ini, bila jadi analogi proses kerja tim sukses calon legislator, dapat berupa kabar di media massa maupun media sosial internet. Apapun nama pola kerja tim sukses, lebih populer dengan istilah 'pencitraan'. Tapi apa mampu aroma khas ikan asin melawan produk-produk makanan siap saji dari gerai waralaba di kota?


Dulu nama Ikan Asin pernah jadi satu komoditas yang masuk dalam kebutuhan pokok warga Indonesia, lembaga penyiaran Radio Republik Indonesia setiap pagi mengudarakan harga Ikan Asin di pasar. Uniknya waktu berlaju demikian cepat, kini harga daging sapi jadi idola media kalahkan Ikan Asin.


Konon Ikan Asin bila dikonsumsi tertib, dapat menambah kadar kalsium tubuh penyantap, namun sumber kalsium terpopuler justru ada pada keju atau susu sapi. Ini menunjukkan kalahnya sosok Ikan Asin dalam paparan ahli gizi yang datang ke sekolah-sekolah.  Lalu siapa yang tetap menjagokan Ikan Asin sebagai asupan penunjang kebutuhan kalsium tubuh? Warga miskin atau mereka yang tidak patuhi saran ahli gizi?

(bersambung)

Warung Rasem-Tegal, Juli 19 2013
Bustanul 'bokir' Arifin


Kamis, 18 Juli 2013

CALEG IKAN ASIN

 photo dari google


Satu tahun atau 365 hari lagi, pemerintah Indonesia akan selenggarakan Pemilihan Umum. Dan keterangan resmi dari Komisi Pemilihan Umum ada 12 Partai Politik siap ikuti prosesi demokrasi itu.  Dalam 'matematika politik' kurun waktu 365 hari bukan waktu ideal bagi partai politik untuk matangkan 'calon' anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada tingkat pusat hingga daerah. Kondisi demikian membuat mesin politik partai terapkan resep pada calon legoslator serupa 'makanan siap saji' agar dapat raih kemenangan politik.

Tentu partai politik bermodal besar lebih lihai dalam sajikan 'makanan siap saji', lihat saja gerai waralaba cabang Amerika dan Jepang yang ada di berbagai kota. Dari tampilan gerai, tim tukang masak, pelayan sajian, sampai iklan di media massa. Bintang-bintang iklan dengan wajah lahap mengajak warga santap makanan sebanyak-banyaknya.

Justru tantangan ada dalam analisa calon legislator dari partai modal cekak, apakah nanti sekadar jajakan: kerupuk pedas, ikan asin, pisang gepeng rebus, atau aneka gorengan. Dan penulis lebih tertarik analisa pada calon legislator 'Ikan Asin'.

Waktu yang dibutuhkan seekor ikan segar di laut menjadi sosok 'ikan asin' lebih dari 48 jam, singkat kalimat, seekor ikan segar dibedah paksa untuk membuka diri. Isi perut ikan dibuang lalu daging dan tulang belulang disibak agar bisa dijilati panas terik matahari secara masive. Begitu kering semua organ dalam ikan masih ada ujian lagi yaitu dijajakan dalam wadah tidak sedap di pasar induk. Bila beruntung ikan asin itu akan dibeli seorang ibu, dan tidak berhenti sampai pembelian ini, harus dipaksa tenggelam dalam minyak goreng panas. Terlalu lama tenggelam dalam minyak panas akan gosong, jadi masih butuh kelihaian penggoreng ikan asin. Kemudian terhidanglah 'ikan asin' (dalam jumlah tidak banyak) siap saji di meja makan anggota keluarga.
Sial bagi caleg tipe ikan asin bila anggtoa keluarga lebih suka 'makanan siap saji' dari gerai waralaba cabang Amrik atau Jepang. Dan beruntung manakala semua anggota keluarga lagi lapar dan hasrat besar makan 'ikan asin'.

(bersambung)

Warung Rasem-Tegal, Juli 18 2013
Bustanul 'bokir' Arifin


Kamis, 13 Juni 2013

'Mindset' Pembunuh Masa Depan Anak Kandung



Ada kisah nyata begini...
Seorang anak laki-laki telah lulus sekolah tingkat atas, dengan landasan pendidikan 'skill' pada sekolah tekhnik menengah. Dan pihak sekolah sudah beri rekomendasi pada anak tersebut agar dapat kerja pada pabrik perusahaan ternama. Sayangnya 'mindset' orang tua anak ini telah membuat masa depan gerak di tempat.

Orang tua anak ini, punya jaringan kenalan orang-orang berpengaruh di daerah tempat tinggalnya. Ada keinginan orang tua si anak jadi pegawai negeri dengan gaji bulanan lumayan. Padahal sebagian besar kenalan si Bapak setuju kalau si anak segera jadi buruh perusahaan ternama.  Makin didukung malah makin mutung, si Bapak lebih suka anak jadi pegawai negeri. Lewat satu kenalan orang berpangkat, singkat kalimat si anak (sementara) jadi pengabdi pada satu departemen, dia menjadi penjaga palang pintu perlintasan kereta api di dalam kota tempat tinggal kolega si Bapak. Sudah 5 tahun si anak tekun jaga pintu, penghasilan masih jauh dari pegawai negeri.

Tidak ada yang patut disalahkan atas laku hidup anak tersebut, siapapun yang terlibat dalam kisah ini sudah berusaha sebaik mungkin penuhi kemauan orang tuanya.

***

'Mindset' atau landasan pikir orang tua di tanah ini, anak harus lebih sukses dari laku hidup orang tua. Betapapun kalau tekun menyimak fakta, lebih banyak anak-anak yang hidup menyimpang dari hasil upaya keras orang tua.  Hidup dalam suasana 'berlomba-lomba' unjuk 'skill' agar dapat stempel 'sukses', malah lebih banyak usaha 'colak-colek' jaringan demi masa depan keturunan. Manakala si anak melawan orang tua, usah khawatir akan banyak tokoh agama siap bantu patok status 'durhaka' pada si anak.

Belum lagi kalau ada kawan berjuang keras memberdayakan anak Yatim Piatu, para orang tua dengan 'mindset' serupa kisah nyata pada awalan tulisan ini, akan merasa tambah repot kalau diminta bagi perhatian pada para pejuang nasib anak Yatim Piatu.

Apakah ada orang tua sempat membaca metode didik Montessori? Googling atau tanya akun-akun pendidik di Jejaring Sosial.  Apa ada kewajiban anak harus sekolah formal hingga SMA? Atau pilih latih skill mereka?
(tulisan ini disambung kalau sempat)

Brebes, 13 Juni 2013
Bustanul Bokir Arifin
belakang Pasarinduk Brebes

Selasa, 30 April 2013

Biji Pohon



Seberapa banyak biji pohon siap tanam pada kantung yang dibawa kemana saja

Menurut Gerry van Klinken (Peneliti senior dari lembaga KITLV Belanda), masyarakat Jawa telah mempunyai pegetahuan yang memadai dalam bidang pertanian bahkan sebelum kolonialisme datang ke nusantara. 

** Saat kolonialisme mulai mencengkeram pulau Jawa maka keadaan menjadi 180 derajat, pertengahan Abad IX menjadi malapetaka besar bagi pepohonan berkayu keras di Jawa. Hampir semua pohon dikorbankan untuk ambisi kerajaan kolonial, diantaranya digunakan untuk membuat kapal-kapal perang ukuran besar yang nantinya hanya ditenggelamkan di lautan lepas karena perang

** Selanjutnya terjadi banjir besar yang menyebabkan lapisan tanah subur Jawa terkelupas habis, mulai saat itu petani kesulitan memperoleh panen yang bagus hingga lumbung kosong dan mulai merasakan bencana kelaparan. 

**Jarang diantara masyarakat Jawa yang memberi penerangan tentang kesuburan tanah hilang akibat penebangan pohon berkayu keras untuk tujuan perang.

Ratusan tahun masih saja tidak ada perubahan.... bahkan tanah Jawa kini diracuni berbagai jenis cairan kimia yang tak bisa musnah mengakar dalam waktu lama.

- Bila ada yang berteriak-teriak perjuangkan penghijauan Jawa, bolehkah aku bertanya seberapa banyak biji pohon siap tanam pada kantungnya. Masyarakat Jawa sebelum kolonialisme masuk ke nusantara kemana dia pergi selalu membawa biji siap tanam, sebab setiap pohon yang tumbuh dari biji itu menjadi prasasti hidup petualangannya yang akan diikuti oleh anak-cucunya


Bustanul Bokir Arifin
ditulis sejak Juli 2011, diupload ulang 30/42013

Sabtu, 27 April 2013

Gerakan Keruk Uang di Kabupaten Brebes




Apakah 'gerakan' sebuah kelompok khusus atau populer disebut 'pergerakan' itu? Paparan arti gerakan secara sederhana bisa melihat tapak waktu atau sejarah sebuah wilayah negara. Meski negara bersifat abstrak, namun gerakan dan pergerakan kelompok tertentu nan syarat kepentingan bersifat nyata. Diawali pada pergerakan penyadaran bernegara, melalui proklamasi kemerdekaan, singkat tulisan muncul simpangan arah dari kesadaran bernegara menjadi 'Gerakan Keruk Uang' rakyat.

Demikian juga pada tapak waktu Kabupaten Brebes, dimana sejak jaman Soekarno hingga Soesilo Bambang Yudhoyono. Paska proklamasi wilayah penghasil bawang merah ini dipimpin Bupati kompromis dengan suasana jaman, bahkan sejak Rezim Soeharto corak pemerintahan Brebes tidak pernah benar-benar fokus pada tujuan utama: kesejahteraan rakyat. Bahkan hingga saat ini, padahal sudah ada Bupati yang kena kasus korupsi, tetap saja indikasi pemerintahan penuh Korupsi, Kolusi dan Nepotisme tampak jelas.

***

Akhir tahun 2012, tepatnya tanggal 4 November, Kabupaten Brebes pertama kali memiliki pemimpin perempuan dalam riwayat hidupnya.  Pada sisi ini jadi prestasi sendiri bagi kekuatan politik pendukung kemenangan Hajjah Idza Priyanti (Idza) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sayangnya kekuatan politik pendukung Idza tidak tekun mengawal jalan pemerintahan, alih-alih pemerintahan jadi tertib, malah muncul indikasi 'gerakan keruk uang' oleh kelompok elite yang dekat dengan Bupati.

Tentu saja dalam setiap 'gerakan' ada unsur 'aktifis'-nya, lalu bagaimana laku aktifis pengeruk uang rakyat atau anggaran pemerintahan kabupaten ini? Aktifis keruk uang ini memang memiliki sifat 'hipokrit' (cari untung), ketika proses Pilkada belum usai, aktifis ini cukup menunggu di tikungan jalan, dan siapapun pemenang proses pemilihan itu akan mereka dekati dengan ketat, bagaikan bek sepak bola terbaik kawal striker handal.

Tentu saja jaringan aktifis ini cukup mengakar di segala lini, baik pada lini eksekutif, legislatif, yudikatif bahkan dalam lini wartawan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (bila dianggap sebagai pilar ke 4 demokrasi). Semboyan aktifis keruk uang ini semula 'Bagi-Rata' hasil, namun pelan tapi pasti berubah wujud menuju sebuah 'kerajaan kecil' berisi kerabat dan orang dekat semata.

***

Bila pembaca menunggu sajian bukti atas wujud gerakan aktifis keruk duit rakyat ini, bisa menengok pada sebuah perusahaan milik pemerintah daerah, lihat saja kondisi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Brebes.

PDAM saat ini dibawah pimpinan direktur seorang perempuan berinisial KW. Ada keterangan KW adalah 'boneka' dari anggota Badan Pengawas (Banwas) perusahaan itu. Selain perusahaan dipimpin 'boneka', keponakan anggota Banwas direncanakan akan mengisi jabatan KW sebelumnya dalam meja Pengelola Keuangan Perusahaan.

Semula sempat keras reaksi media massa yang peduli pada Brebes atas kondisi struktural perusahaan penyedia air bersih untuk warga ini, namun reaksi itu padam seketika setelah ada kesepakatan tidak resmi antara Banwas dan beberapa wartawan. Bagaimana dengan reaksi LSM, tidak usah ditanya, salah satu anggota Banwas juga dekat dengan pentolan-pentolan LSM, hingga daya kritis lembaga itu mudah padam.

Sempat ada protes dari anggota legislatif/DPRD Brebes, atas carut marut kondisi PDAM. Protes dilandaskan pada peraturan legal, dimana anggota Banwas maupun direktur lama semustinya purna tugas pada tahun 2014, kenyataannya ketika ada rapat pleno yang khusus membahas PDAM, anggota DPRD tak bisa unjuk gigi.

***

Dan bagaimana kelanjutan dari gerakan keruk uang rakyat di Brebes ini? Semoga ada waktu dan kesempatan untuk tulis sambungan kabar ini.


Brebes, April 28 2013
Bustanul 'bokir' Arifin

Selasa, 19 Maret 2013

Kabar dari Desa Karni



Medi ayah karni (duduk plg kanan) sedang menunggu upah 'Bawon' (mburuh tani)



Panen padi telah tiba, sejak Selasa (19/3) pagi Medi Tarsim (58) sudah bergegas ke sawah sebelah utara desa Karangjunti. Dia bersama kawan sebayanya berangkat jadi buruh tani alias 'bawon' istilah setempat.

Seharian Medi yang sudah punya cicit itu ayunkan sabit ke batang padi, merontokkan bulir, dan menjemur  gabah di pinggir irigasi utama desa. Dia tidak tahu kalau sejak Senin (18/3) kemarin media massa Saudi Gazzete merilis kabar kalau Karni (36) anak bungsunya telah divonis mati dalam tahapan persidangan kasus pembunuhan di wilayah distrik Yanbu Madinah.

Pukul 16.20, Medi ditemui penulis, awal pertemuan nan serba kikuk komunikasi. Sebab warga desa di perbatasan Jabar-Jateng (Jawa Barat -Jawa Tengah) ini biasa menggunakan bahasa sunda, sementara penulis hanya paham sedikit bahasa tersebut.
Sedikit jengkel Medi menyarankan penulis untuk menemui anak sulungnya saja si Rasti, "Sebab kamu tak lancar bahasa sunda, dan saya juga tidak lancar berbahasa Indonesia," alasan Medi.

Selang beberapa menit kemudian datanglah Rasti dan anak kandungnya, awal pembicaraan diwakilkan anak sulung Rastri sambil menyusui bayinya.  "Kami masih menunggu kabar tante saya, dari utusan Kepala Desa kami yakni ibu Odoh. Sudah lama tidak ada kabar semenjak bu Kades mengirim utusan dua pria yang mengaku berasal dari Jakarta," ujar Anak Rasti. Selang bicara usai Rasti menimpali, "Kami sekeluarga pernah dapat kabar kalau Karni akan pulang di bulan 3 tahun ini." demikian kata Rasti.

Entah darimana sumber kabar pernyataan Karni akan pulang di bulan Maret tahun 2013, manakala kabar dari Madinah justru menyatakan pekerja asal Brebes ini divonis mati pada tahapan sidang yang belum tuntas.

Penulis mencoba meminta keluarga Medi agar tunjukkan surat-surat dari pemerintah, sebagai bukti atas bantuan hukum ataupun komunikasi dengan mereka. Namun jawaban dari Rasti, " Surat-surat yang ada kaitannya dengan Karni sudah dibawa 2 laki-laki utusan ibu Kades ke Jakarta."

Memang akhir tahun kemarin adalah waktu dimulainya rasa debar panjang, semua kerabat sampai saat ini masih menunggu kejelasan nasib Karni. Yang diingat dari Rasti dan Ibunya adalah ucapan Menaker Muhaimin Iskandar saat temui mereka beberapa waktu yang lalu. "Bapak menteri pernah bilang Karni akan kembali ke rumah," tutur Rasti berkaca-kaca.

Rasti masih ingat betul pembicaraan terakhir dengan Karni, "Waktu itu hari Kamis tanggal 27 bulan 9 (September 2012), Karni menelon aku, dia berbicara singkat tak seperti biasanya :
Karni : Malem jumat, teh saya mau disidang,
Rasti : kenapa?
Karni: Nggak Tahu, sidangnya hari Jumat entar pagi,
Rasti : Kenapa Ni?
Kemudian  telepon mati, pembicaraan terhenti,"  papar Rasti

Keluarga Medi tetap yakin bahwa Karni kena musibah, dan akan pulang tahun ini.

***

Penulis tak sanggup lanjutkan pembicaraan dengan keluarga itu, sejak awal pembicaraan Medi lebih memilih menuntaskan pekerjaan buruh taninya. Sementara minuman teh tubruk yang dibuatkan ibunda Karni pun tak sanggup kutuntaskan. Maafkan penulis, tidak tega  kabarkan vonis pengadilan di sana.

Karni mungkin sempat bermimpi kalau di desanya sudah musim panen padi, dimana banyak anak-anak bermain layang-layang di pematang sawah. Bangun dari tidur Karnipun memandang jeruji besi.



Bustanul 'bokir' Arifin
Karangjunti-Losari-Brebes
19 Maret 2013


Selasa, 12 Maret 2013

Bawang Merah Tak Pernah Ingkar Janji




Pagi hari pukul 05.30 waktu berlaku, ratusan karung transparan merah mulai berdatangan di lapak bawang merah pasar induk Brebes.  Ipung (30) perempuan pedagang yang sudah 9 tahun lebih kelola komoditas andalan kabupaten telor asin ini pada  Rabu (13/3) belanjakan uang sekitar 45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah) untuk 50 kwintal umbi merah pedas itu.

Sebagian barang yang dibeli Ipung dikirim ke pabrik pengelola makanan instan, sebagian lagi dikirim ke Lapak desa Pelutan wilayah Pemalang. "Pesanan partai besar datang dari pabrik, partai kecil jual eceran dikirimkan ke Pemalang," kata Ipung.

Patokan harga yang ada untuk partai besar masih dalam kisaran 35.000-38.000 perkilo, sementara untuk partai kecil 37.000-40.000 perkilo. Jadi sentra harga eceran bawang merah justru ada di Pemalang. Sementara untuk harga 'BS' alias bawang busuk ada yang menampung dalam kisaran 19.000-20.000 perkilo. Bawang busuk ini disalurkan kepada pengusaha pengolah besi kuningan di wilayah luar kota Brebes.

Pukul 09.00 Ipung sudah kembali ke rumah, setelah semua kiriman diserah terima oleh ekspedisi angkutan kepercayaannya. Usai mandi dia berdandan sambil melihat acara berita di televisi, mendengar kabar harga bawang yang lagi nanjak, dia tidak kaget atau sampai merusak riasan wajahnya. "Kabar di televisi sebentar lagi juga berubah, apalagi sudah ada informasi kalau juragan besar di Wanasari sudah terima bawang impor," komentarnya datar.

Sebaran informasi antar pedagang bawang dan jasa ekspedisi sudah pake rel seluler, artinya 'update' kabar dilakukan jam per jam. Kabar atas gelontoran bawang impor pada gudang besar milik beberapa juragan besar, sampai kabar siap panennya lahan yang ada di Weleri maupun Sukomoro Jatim. Dan biasanya kabar itu layak dipercaya, atau populer kata antar pedagang ; Bawang Merah tak Pernah Ingkar Janji.

Prediksi pedagang atas harga tidak bersandar pada kisaran angka berdasarkan teori ekonomi kampus. Pedagang memprediksi atas ketersediaan barang pada di lapak besar pada dini hari. Namun kabar kesiapan panen pada lahan-lahan tertentu bisa jadi patokan akan turunnya kembali harga si Merah yang Gurih ini.

Rabu, 13 Maret 2013
Bustanul 'Bokir' Arifin

Senin, 11 Maret 2013

Gurihnya Harga Bawang Merah





Harga Bawang Merah di Pasarinduk Brebes, saat ini tulisan diketik (Selasa, 12/3), dalam kisaran Rp 32.000 (tiga puluh dua ribu rupiah) per kilogram untuk kuwalitas bagus dan bibit tanam - dan Rp 26.000 (dua puluh enam ribu rupiah) per kilogram untuk kuwalitas eceran di pasar.

Kisaran harga bawang merah dalam Pasarinduk Brebes ini dianggap sangat murah bila dibandingkan patokan harga di beberapa kota besar Indonesia. Informasi yang beredar menyatakan utk Jakarta Rp 44.000/kg, Medan, Jogjakarta Denpasar Rp 40.000/kg,  Watampone Rp 45.000/kg, Nabire Rp 55.000/kg, Lampung Rp 50.000/kg.

Macam mana harga di pasar beberapa kota bisa berjenjang banyak dengan pasar  Brebes? Sudah diduga ini permainan tengkulak dan juragan penimbum bawang dalam gudang besar mereka. Atau dugaan lain menunjukkan media massa sedang berupaya melayani jalur Impor bawang agar terbuka demi penurunan harga. Semoga dugaan ini keliru, dan penulis masih berharap medua massa lebih berpihak pada nasib petani.

Bila harga naik atau turun, pengaruhi kehidupan riil petani? Ah, penulis belum percaya itu. Sebab saat ini petani masih dicekik kredit dan hutang atas biaya perawatan dan paska panen untuk Bawang Merah. Juragan Besar dan tengkulak malah nyata merasakan gurihnya harga bawang merah, dalam patokan angka yang masih diatur mereka.

Brebes, 12 Maret 2013





Kamis, 21 Februari 2013

JAJAHAN



Untuk kawan Greg Saralaugh

Semula dengan kawan Greg Saralaugh saling kicau atas istilah Kolonial Belanda dan Hindia Belanda, kemudian ada pertanyaan : konsep 'jajahan' (menurut persepsiku) itu apa?

Berikut jawabannya :

Jajahan, kata 'jajah' berakhiran 'an' membuat makna sifat menjadi makna obyek. Jajahan bisa diartikan obyek manakala kemerdekaan asasinya direnggut semena-mena.

Apa saja kemerdekaan yang direnggut dari obyek jajahan?
Ciri khas jajahan dari jaman ke jaman antara lain :
Bisa dibunuh sewaktu-waktu tanpa perlu peradilan
Semua hak miliknya (dari hidup hingga kepemilikan hak intelektual)  tidak dapat dikembangkan secara alami, atau pertumbuhan sifat alami jajahan dimatikan semata-mata.
Apapun upaya jajahan untuk mencari eksistensi, keadilan hingga merdeka dihalangi secara sistematik.  Bahkan semua hak cipta jajahan akan sirna dan tidak diakui warga dunia.

Dan masih banyak lagi bukti-bukti tidak adanya merdeka pada obyek 'jajahan' ini

***

Lalu mengapa pada pembacaan arsip sejarah penulis lebih sepakat pada istilah 'Kolonial Belanda' daripada Hindia Belanda?

Hal ini berawal dari banyaknya arsip yang menunjukkan beberapa istilah : Kolonial Inggris, Kolonial Perancis, Kolonial Belanda, Kolonial Rusia dsb.  Kolonial ini punya sistem dan sebenarnya dijalankan pada wilayah koloni jajahan oleh beberapa pemikiran yang disepakati oleh pemerintah penjajah.

Sementara ada juga Hindia Belanda, Hindia Portugis, Hindia England. Epistimologi kata 'Hindia' lebih menunjuk kepada letak geografi sebuah wilayah dekat benua India pada jaman ekspansi beberapa Kerajaan Eropa ke arah Timur lewat laut.

***

Sekian dulu jawaban soal Jajahan untuk kawan Greg Saralaugh


Bustanul Bokir Arifin
Brebes, 21 Februari 2013


Rabu, 13 Februari 2013

Darimana Anggaran Panitia Khusus Pemekaran Brebes?




Belum genap 100 hari pemerintahan Kabupaten Brebes dalam kendali Bupati dan Wakil Bupati baru, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Brebes ngotot membuat Panitia Khusus (Pansus) Pemekaran Kabupaten.

Pihak anggota dewan bersikeras nyatakan bahwa usul pemekaran merupakan inisiatif rakyat (yang mana?), uniknya sebagian anggota Pansus pernah menjadi anggota Tim Sukses Pilkada untuk pasangan calon yang kalah. Pansus sendiri masih menunggu kelengkapan administrasi, hingga tulisan ini dibuat. Salah satu persyaratan antara lain menunggu keputusan Forum Kepala Desa bagian Selatan Kabupaten Brebes. Lalu darimana anggaran Pansus berasal? Dari Kas Daerah Kabupaten Brebes, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Brebes atau dari Dana Alokasi Khusus (DAK)?

Semisal kerja Pansus kemudian memakai APBD alangkah lucu kelakuan sebagian politikus anggota DPRD itu, sebab Gubernur Jawa Tengah pada acara Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Brebes sudah menyatakan tidak ada pemekaran untuk Brebes, namun politikus-politikus itu tetap cari cara bagaimana dapat anggaran yang asalnya dari duit rakyat. Alih-alih mereka berpikir tiga atau lima kali atas resiko pemekaran, tampak mereka lebih suka 'mbobok-celengan' alias ambil anggaran daerah untuk kerja yang tidak jelas.

Bagaimana hal ini bisa berlangsung lancar tanpa ada perlawanan dari warga Brebes yang tidak sepakat dengan pemekaran?  Tampaknya sisa-sisa pertarungan politik Pilkada masih membekas dalam benak warga yang sadar politik, sedangkan sisi lain warga tampak acuh tak acuh pada ulah politikus. Semoga masih ada oraginsasi masyarakat yang masih peduli dengan keutuhan Kabupaten Brebes, hingga mau melawan upaya pemekaran tersebut.

Bila upaya pemekaran ini masih tetap dilakukan, dan masih menggunakan anggaran daerah Brebes, mungkin akan muncul dugaan, anggaran itu akan jadi penambah kekayaan elite politikus di daerah yang bekerja tidak atas dasar memuliakan keutuhan Kabupaten Brebes.

13 Februari 2013
Bustanul 'bokir' Arifin

Kamis, 10 Januari 2013

Telor Asin Warisan Gerilyawan



Waktu itu, Brebes belum dikenal sebagai pusat produksi Telor Asin, sebab kemerdekaan Indonesia masih muda. Tersebut nama Moehadi seorang gerilyawan cerdik yang merasa berhutang budi pada tukang angon Bebek, usai masa peperangan.

Hari ketika perang, satu regu gerilyawan harus jalan kaki hindari pasukan lawan. Karena lelah, seorang dari mereka tertidur dalam sebuah gubuk, ketika dia bangun sudah banyak serdadu lawan mengepung area. Dengan gerak senyap dia merayap diantara tanaman padi. Selang beberapa menit bertemu dengan penggembala Bebek, setelah ada pembicaraan,  jadilah dia menyaru sebagai penggembala Bebek agar bisa lolos dari kepungan serdadu lawan.

Lolos dari kepungan lawan atas jasa penggembala Bebek, jadi pengalaman terdalam bagi Moehadi. Setelah perang reda, dia punya tekad untuk memberi tambahan penghasilan bagi penggembala Bebek. Dia pernah belajar mengawetkan olahan telur Bebek dengan garam, serbuk batu bata dan abu gosok. Olahan itu didiamkan lebih dari seminggu, lalu direbus agar menjadi Telor Asin.

Tak ada keterangan Moehadi belajar dari siapa, yang jelas belum banyak petani penyedia telur bebek di Brebes. Untuk berburu telur segar dari penggembala atau biasa disebut 'telur pangon' mantan gerilyawan itu perlu menuju daerah Karawang Jawa Barat.

Moehadi muda mulai meproduksi Telur Asin, untuk penjualannya dia titipkan pada toko-toko milik Tiong Hwa dan beberapa pedagang tertentu di pasarinduk.

***

Tapak waktu terus laju, Moehadi menjadi penyalur Telur Asin yang cukup dikenal warga. Kepada kolega dagang Tiong Hwa, diapun sering bertukar pikir tentang keinginan pembeli atas Telur Asin olahannya.  Moehadi sudah meninggal, namun riwayat tentang Telur Asin warisan Gerilya tak banyak yang tahu.


Brebes, 10 Januari 2013
Bustanul Bokir Arifin