Total Tayangan Halaman

Sabtu, 18 Desember 2010

Wajah Pasrah di Serambi Rumah

Suro di puncak gunung Merapi kala ini, tidak lagi berhias wajah tekun menyimak pagelaran wayang kulit. Apalagi mengingat akan masa dua puluh tiga bulan lalu, dimana pentas lakon wayang "Lumbung Tugu Mas", pernah hibur warga juga tanam asa akan kemakmuran di kemudian hari. Kini suasana Suro di sekitar Tutup nDuwur alias puncak gunung terkuas wajah pasrah di serambi rumah.

"Biasanya tiap awal Suro, kami mencuci baju khusus pemberian Sultan, pada bantaran sungai dekat dusun ini," ujar Kardiyono (80) warga kompleks Relokasi Pelem dusun Ngandong desa Girikerto kecamatan Turi kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Baju khusus 'satu stel' dari blangkon, beskap hingga kain batik motif penunjuk status Abdi Dalem, milik Kardiyono hingga kini belum sempat dicuci dengan ritual khusus. "Baju Abdi Dalem itu dihadiahkan kepada kami karena garis keturunan Kyai Sarngadi sesepuh Abdi Dalem Ndoro Kanjeng Magelang," tutur Kardiyono. Adapun kondisi sungai sudah dipenuhi material vulkanik dan lahar dingin, hal itu membuat proses pencucian dibatalkan. Hanya pasrah pada kondisi.

Bukan hanya itu, saat singgah di salah satu rumah pada kilometer 4 dekat puncak Merapi, bentuk 'Jadah Bakar' salah satu jenis kudapan untuk tamu saat bulan Suro pun tidak beraturan. Dalam kondisi normal, biasanya kudapan Jadah Bakar akan dibentuk persegi empat atau jajaran genjang. Namun paska bencana erupsi akhir tahun ini bentuk kudapan itu disajikan seadanya. "Mungkin akibat dibuat dalam suasana hati yang tidak menentu," tutur Mujiman (60) sesepuh dusun Ngandong desa Girikerto, dengan mimik pasrah.

Wajah-wajah pasrah lain bisa disaksikan manakala menyusuri dusun-dusun dekat puncak Merapi, dari Turgotegal, Kaliurang, Kinahrejo, Petung hingga Kepuharjo (rute Lava Tour dari Kecamatan Turi ke Cangkringan). Apalagi pada wajah anak-anak muda yang tinggal pada wilayah tapak Wedus Gembel, mereka menyodorkan wadah penampung uang receh, sambil berkata "Sumbangan Sukarela..." kepada turis-turis pengagum amuk alam gunung Merapi.

Bustanul Bokir Arifin Yogyakarta
18 Desember 2010






Rabu, 15 Desember 2010

APA ANDA TAKUT DENGAN KORUPTOR?

Akhir-akhir ini banyak kabar di media massa (online, cetak, radio, burung) bahwa upaya pencegahan korupsi serta proses hukum-nya berada dalam kemunduran. Sejak adanya kabar tarung 'Cicak-Buaya' upaya pemberantasan para koruptor terlihat jalan di tempat. Kalau boleh bertanya mengapa pemberantasan Korupsi mundur, apa anda takut dengan koruptor?

Mitos keperkasaan koruptor tampaknya sudah mendarah daging pada isi kepala mayoritas warga negeri ini. Ada mitos yang menyatakan koruptor itu kebal hukum karena didampingi ahli hukum, berduit lebih banyak dari punya negara, bisa bunuh siapa saja tanpa dihukum, dan koruptor sudah ada di surga sebelum mati.

Bagaimana warga negeri ini? Apa mereka juga takut pada koruptor?
Padahal di negeri yang aturan hukumnya sudah jelas juga sudah banyak Undang-undang hingga peraturan-peraturan lain yang menyatakan pemberantasan korupsi. Apakah dengan melawan koruptor malah kena tangkap aparat hukum, atau melawan koruptor akan dibunuh tanpa jejak, melawan koruptor akan dipukuli massa sampai mati?

Oleh karena itu perlawanan terhadap Koruptor harus dilakukan lagi. Harus digembirakan lagi, diramaikan lagi. Kalau memang warga yang melawan koruptor harus mengurus ijin resmi ke berbagai pihak tentu tidak akan mendapat kesulitan. Coba warga katakan kepada ketua RT/RW (rukun Tetangga/Rukun Warga), Lurah/Kepala Desa, Camat, Bupati, Gubernur, Menteri hingga Presiden, keinginan untuk melawan korupsi, ini dilakukan agar jelas, agar menjadi perlawanan yang nyata, perlawanan yang terang-terangan, bukan gerilya bukan gerakn bawah tanah.

Apa yang harus dilakukan untuk melawan korupsi? Komisi Pemberantasan Korupsi negeri ini tentu sudah banyak mencetak bahan-bahan tertulis yang bisa dijadikan alat pelajaran dan pemahaman untuk warga. Jelas ini tidak melanggar hukum, pemakaian bahasa sederhan juga harus dilakukan, agar warga paham, Koruptor adalah maling duit rakyat, Koruptor adalah jahat dan kejam. Ceritakan riwayat derita warga akibat ulah koruptor se-jelas-jelasnya.

Siapa yang akan melakukan perlawanan korptor itu? Mulailah dari pembaca tulisan ini. Syaratnya sederhana ada KEMAUAN, KEBERANIAN, KEPRIHATINAN atas ulah koruptor, dan KEIKHLASAN.

Kalau masih takut coba tanya kepada semua pihak penguasa, apa mereka akan melawan gerakan ini?

Saran untuk para penentang Koruptor :
1. Penjelasan kejahatan korupsi diberikan kepada mereka yang wam dan belum tahu apa itu penjahat yang bernama KORUPTOR.
2. Bila yang ikut dalam perlawanan hanya sedikit, jangan putus asa, lakukan terus.
3. Untuk sementara lakukan perlawanan dan pembelajaran dari dalam rumah masing-masing.
4. Jangan takut untuk menyatakan LAWAN KORUPTOR
5. Dalam pembelajaran pakai bahasa yang sederhana dan mudah dipahami warga
6. Pembelajaran dilakukan secara swadaya, kalau memang butuh bantuan dana pasti ada orang kaya yang akan membantu.

SELAMAT MELAWAN KORUPTOR

Brebes, Januari 07 2010
(Terima kasih kepada Jiwa AR Fachrudin yang telah ajarkan tulisan ini)

Kisah Paidi dan Amijo

Rabu (15/12), tengah hari sengaja temui Paidi (32) di rumahnya dusun Tritis desa Girikerto kecamatan Turi kabupaten Sleman DIY. Rumah itu berdinding kayu dengan alas tanah, di serambi ada beberapa onggok kayu bakar dan sebuah batu asah. Pada sisi rumah ada beberapa drum penampung air hujan, ya alat tadah hujan untuk sediaan air bersih.

Paidi selalu saja menjabat tangan dengan hangat dan senyum khas, sambil berkata "Kami senang bila ada kawan baru, dan tidak hanya ingat saat masa darurat merapi," ujar Paidi.

Berawal dari pembicaraan tentang kondisi dusun penuh timbunan debu vulkanik, sekelebat kepak sayap elang Jawa, Paidi menitikkan air mata, "Iya, memang hal yang salah namun aku harus melakukannya, demi nenek," papar Paidi.

***

Mayoritas warga dewasa di dusun Tritis anggap Amijo (80) perempuan sepuh ini sebagai pribadi yang unik. Keseharian waktu selalu diisi dengan kerja mencari rumput untuk ternak dan merawat kebon salak siapapun. Karena rutinitas yang unik Amijo dianggap warga ; jadi wadah spirit Ki Sapu Jagad, salah satu spirit penunggu Gunung Merapi.

"Geluduk dari Utara yang kemarin (erupsi Merapi) itu pengalaman yang ke sembilan, dan Amijo tidak pernah turun ke bawah," kilah Prijo (72) salah satu saudara Amijo.

Demikianlah, warga dusun Tritis sadar benar, bahwa sejak jabang bayi hidup di sekitar gunung berapi, gempa vulkanik sudah berkali-kali mereka rasakan, "Kami tidak mencatat tahun-tahun amuk dari Utara, namun kami mengalami turun gunung sejak jalan masih setapak hingga beraspal," tambah Prijo.

Salah satu sikap sosial Amijo yang selalu membuat kaget warga adalah kepeduliannya pada tumbuhan di kebun, baik ubi kayu hingga salak selalu dirawat dengan tangannya, tanpa memperdulikan pemilik kebun.

***

Sepanjang bertutur kisah, bulir-bulir air mata sesekali curi tetes dari sudut mata Paidi, dia menjaga betul rasa hormat kepada neneknya. "Sejak ada hujan krakal dari arah Utara, sebagian kecil warga tidak turun gunung. Mereka tetap bertahan untuk mengurus ternak dan kebun. Bahkan ada yang bolak-balik naik turun gunung," kata Paidi.

Selama masa gawat di sekitar puncak Merapi, Paidi tidak melupakan tugas utama merawat Amijo dan cari rumput untuk 3 kambing peliharaannya. Sedangkan istri dan anak perempuannya dititipkan pada pos penampungan korban merapi sejauh 20 kilometer lebih dari rumahnya.

Minggu pertama sejak amuk Utara, tidak ada penjagaan ketat di jalan-jalan menuju dusun. "Waktu itu perjalanan tetap lancar untuk antar makanan bagi nenek. Lalu mulai hari ke 6 ada penjagaan dari Polisi dan Tentara (TNI), kalau dicegat mereka, saya tantang untuk antar makanan atau rumput yang kubawa menuju rumah. Semua tidak ada yang terima tantangan itu," ujar Paidi.

Abu-abu adalah warna dominan dusun, karena abu dan material vulkanik seolah tumpah ke segala sudut tempat, "Sulit sekali mencari warung makan yang ada, karena kalau nasi bungkus dari bantuan itu cepat basi bila dibawa ke rumah nenek Amijo. Jadi usai potong rumput di lokasi yang tidak diselimuti abu, aku mencari warung untuk beli nasi dan lauk kesukaan nenek," papar Paidi.

Sementara 250 meter di sebelah Timur dusun mengular Kali Bedog, hulu sungai yang melintas di jalur-jalur utama kota kabupaten Sleman. Paidi melakukan misi ulang-alik dengan sepeda motor tua dan sebuah radio telekomunikasi HT (Handy Talky) yang dibeli di pasar Klitikan (loak). "Kami memang anggota Pasak Merapi, pengawas aktivitas puncak gunung. Radio ini untuk mengetahui gelombang sinyal seismograf yang dipancarkan oleh posko Induk Balerante. Sayangnya komponen panel radio ini sudah terganggu, namun tetap setia temani," tegas Paidi.

Misi ulang-alik Paidi sukses hingga hari ini, bahkan saat menuturkan kisah Amijo, sang nenek itu masih beraktifitas di ladang. "Kali ini masalah warga adalah air bersih, mata air memang sudah dibersihkan dari penghalang namun pipa paralon untuk menyalurkan air itu rusak, dan kami tidak punya dana untuk beli," tutur Paidi

"Kalau saja ada yang mau belikan aku Radio Komunikasi, aku akan bersyukur. Sebab seringkali dalam komunikasi antar pasak merapi, rumah ini menjadi Induk Informasi," tutup Paidi atas kisahnya.

Usai pamit, kami melihat Paidi mengambil arit dan mengasah pada batu asah samping rumah, hendak cari rumput untuk kambingnya.

Bustanul Bokir Arifin
Kamis 15 Desember 2010

Senin, 13 Desember 2010

40 Hari Batas Empati Warga?


Petang hari pada Senin 13 Desember 2010, bagi warga dukuh Ngancar desa Glagaharjo kecamatan Cangkringan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, begitu sakral. Menurut warga kesakralan dirasakan karena sudah 40 hari mereka jadi bagian korban erupsi gunung Merapi. Lalu merupakan sebuah malam dalam bulan Suro penanggalan adat Jawa, ditambah mereka kumpul dalam kondisi tidak lengkap akibat tetangga dan sanak saudara telah dipanggang panas Wedhus Gembel.

Tikar plastik pun sudah digelar pada ruang utama rumah kepala dukuh Ngancar, beberapa perempuan matang sibuk bersihkan piring dan gelas, teh panas manis dan beberapa potong gorengan serta delapan toples berisi biskuit bantuan warga luar wilayah yang tidak dikenal. "Kami tidak kenal siapapun yang beri bantuan, dari bahan makanan, kue, susu, tikar, baju, obat-obatan, hingga ruang untuk tidur keluarga kami. Kami sudah beberapa kali pindah lokasi untuk berteduh dari hujan dan panas. Hanya doa dan doa lalu doa kepada Gusti Murbehing Dumadi sebagai upaya kami membalas kebaikan mereka," tutur Ngatijan (45) warga setempat.


Makin gelap malam, kabut pun makin pekat, beberapa puluh meter dari rumah kepala dukuh merupakan padang luas terbuka berhiaskan tonggak-tonggak bangkai pepohonan separuh arang. Ada tiga pedukuhan kini terkubur pasir dan bebatuan, ungkap warga. Sesekali bau khas minyak lemak bangkai tercium samar-samar. Mereka yang berkumpul menghibur penciuman dengan rokok linting bercampur klembak dan menyan.


40 hari akankah menjadi batas empati seluruh penduduk 4 kabupaten, dua propinsi, satu pulau dan satu negara? Sebelum berkumpul panjatkan doa, siang hari beberapa warga sempat melihat televisi di Balai Desa Glagaharjo yang menjadi pusat penyaluran bantuan. Berita tentang sidang wakil rakyat yang membela tahta raja, "Kulo mboten ngertos perkawis wau siyang teng televisi, (Saya tidak tahu/paham perkara tadi siang di televisi)," tambah Ngatijan.


Apa yang harus dikabarkan pada warga? Duhai pengatur warna buah cabai, ijinkan warga dukuh yang tinggal separuh penduduk memanjatkan doa, semoga 40 hari bukan batas empati bangsa pada derita korban Merapi.


Bustanul Bokir Arifin

Cangkringan, 13 Desember 2010


Rabu, 20 Oktober 2010

Surat dari Paranoid untuk Wanyad

27 Januari 2008, Haji Muhammad Soeharto Meninggal Dunia pukul 13.10, akibat sakit yang dieritanya. Peringatan 1000 hari meninggalnya jenderal bengis suka senyum itu akan dilaksanakan pada tanggal 22 Oktober 2010.

Sebagaimana kepercayaan beberapa warga, bahwa setiap kali peringatan kematian tokoh jahat, butuh tumbal atau persembahan nyawa, mungkin beberapa peristiwa kerusuhan akan diciptakan menjelang peringatan 1000 hari meninggalnya Soeharto.

Bila benar-benar ada korban meninggal pada kerusuhan pada tanggal 20 Oktober 2010, konon akan dijadikan tumbal bukti kesaktian hantu Soeharto, perlu diketahui Hantu Soeharto sudah merasuk dalam kepala-kepala pimpinan partai politik, LSM, Organisasi Massa, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Agama serta sebagian pengelola Media Massa.

Demikian tulisan seorang Paraniod yang takut Hantu Soeharto.
20-10-2010