Senin, 27 Desember 2010
LIVE IN OR LEAVE IT (Tinggal di Sini atau Tinggalkan Saja)
Minggu, 26 Desember 2010
KALAU MAU NGEMIS KE POSKO SAJA!!!
Kamis, 23 Desember 2010
ANTARA ERUPSI, EROSI dan EMOSI
Rabu, 22 Desember 2010
ADA PSIKOPAT DI 149.07 Mhz MERAPI
Selasa, 21 Desember 2010
WARGA KORBAN MERAPI TIDUR BERSELIMUT DINGIN
Senin, 20 Desember 2010
Srunen Wilayah Bebas Monyet
Warga Srunen sejak dasawarsa terakhir sulit bertanam tumbuhan pakan manusia, sayur maupun buah-buahan akibat diganggu hama 'monyet' (macaca fascicularis), "Pernah ada bantuan benih tanaman jambu dari pemerintah, sebagai sarana alih perhatian monyet. Sayangnya usai bibit ditanam, esok harinya dicabut oleh monyet," tambah Tyasno.
Kini kondisi dusun Srunen bukan wilayah yang disukai monyet-monyet tersebut, selian masih banyak bau lemak bangkai sapi dan kambing, juga material vulkanik hasil wedhus Gembel telah menyisakan tapak bau yang tidak disukai mamalia berekor panjang tersebut.
Sebelum bencana erupsi merapi, warga Srunen mengandalkan mata pencaharian dari tanam tumbuhan Sengon dan beternak mamalia berkaki empat. "Korban jiwa di dusun ini hanya dua warga jompo, saat bencana (erupsi kedua) datang seluruh warga sudah mengungsi ke arah Timur gunung, menghindari alur hilir sungai Gendol," pungkas Senen (60) istri Tyasno, dia menerangkan hal tersebut sambil melipat daun sirih yang sudah dicampur berbagai bahan untuk hobby 'nyirih-kinang' khas nenek-nenek lereng Merapi.
Adapun tempat tinggal keluarga Tyasno masih kukuh berdiri, dinding batako tidak mempan oleh terpaan awan panas. sementara bangunan dapur mereka serta kandang ternak yang terbuat dari dinding bambu sudah rata dengan tanah.
Sejak pagi Tyasno dan beberapa kerabatnya sibuk mengamati beberapa turis yang datang melihat hasil 'Karya Merapi', beberapa dari mereka menjaga portal/penghalang jalan dari bambu sebagai loket darurat bagi pendatang yang terpukau atas pemandangan bencana vulkanik. Pada setiap tamu yang melintasi portal akan dimintai sumbangan sukarela.
Harapan Tyasno saat Srunen sudah terbebas dari hama Monyet adalah bisa bertanam jagung, kacang tanah dan Sengon. "Dulu kebun sengon kami pernah ditawar hasil kayunya senilai 30 juta rupiah, namun tidak kami jual. Kini akibat bencana ini terpaksa dijual dengan harga apa adanya, dan bantuan ganti ternak mati belum ada kabar. Kemarin kami hanya tanda tangan kertas bermatere, " keluh Tyasno.
Bustanul Bokir Arifin
Senin 20 Desember 2010
Sabtu, 18 Desember 2010
Wajah Pasrah di Serambi Rumah
Rabu, 15 Desember 2010
APA ANDA TAKUT DENGAN KORUPTOR?
Kisah Paidi dan Amijo
Senin, 13 Desember 2010
40 Hari Batas Empati Warga?
Petang hari pada Senin 13 Desember 2010, bagi warga dukuh Ngancar desa Glagaharjo kecamatan Cangkringan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, begitu sakral. Menurut warga kesakralan dirasakan karena sudah 40 hari mereka jadi bagian korban erupsi gunung Merapi. Lalu merupakan sebuah malam dalam bulan Suro penanggalan adat Jawa, ditambah mereka kumpul dalam kondisi tidak lengkap akibat tetangga dan sanak saudara telah dipanggang panas Wedhus Gembel.
Tikar plastik pun sudah digelar pada ruang utama rumah kepala dukuh Ngancar, beberapa perempuan matang sibuk bersihkan piring dan gelas, teh panas manis dan beberapa potong gorengan serta delapan toples berisi biskuit bantuan warga luar wilayah yang tidak dikenal. "Kami tidak kenal siapapun yang beri bantuan, dari bahan makanan, kue, susu, tikar, baju, obat-obatan, hingga ruang untuk tidur keluarga kami. Kami sudah beberapa kali pindah lokasi untuk berteduh dari hujan dan panas. Hanya doa dan doa lalu doa kepada Gusti Murbehing Dumadi sebagai upaya kami membalas kebaikan mereka," tutur Ngatijan (45) warga setempat.
Makin gelap malam, kabut pun makin pekat, beberapa puluh meter dari rumah kepala dukuh merupakan padang luas terbuka berhiaskan tonggak-tonggak bangkai pepohonan separuh arang. Ada tiga pedukuhan kini terkubur pasir dan bebatuan, ungkap warga. Sesekali bau khas minyak lemak bangkai tercium samar-samar. Mereka yang berkumpul menghibur penciuman dengan rokok linting bercampur klembak dan menyan.
40 hari akankah menjadi batas empati seluruh penduduk 4 kabupaten, dua propinsi, satu pulau dan satu negara? Sebelum berkumpul panjatkan doa, siang hari beberapa warga sempat melihat televisi di Balai Desa Glagaharjo yang menjadi pusat penyaluran bantuan. Berita tentang sidang wakil rakyat yang membela tahta raja, "Kulo mboten ngertos perkawis wau siyang teng televisi, (Saya tidak tahu/paham perkara tadi siang di televisi)," tambah Ngatijan.
Apa yang harus dikabarkan pada warga? Duhai pengatur warna buah cabai, ijinkan warga dukuh yang tinggal separuh penduduk memanjatkan doa, semoga 40 hari bukan batas empati bangsa pada derita korban Merapi.
Bustanul Bokir Arifin
Cangkringan, 13 Desember 2010